TEORI
PERENIALISME
A.
Hakikat Aliran Perenialisme
Perenialisme berasal dan kata
perenial yang diartikan sebagai continuing througbout the whole year atau
lasting for a very long time (abadi atau kekal dan dapat berarti pula tiada
akhir.Esensi kepercayaan filsafat perenialisme adalah berpegang pada
nilai-nilai atau norma-norma yang bersifat abadi. Aliran ini mengambil analogi
realita sosial budaya manusia, seperti realita sepohon bunga yang terus menerus
mekar dari musim ke musim, datang dan pergi, berubah warna secara tetap
sepanjang masa, dengan gejala yang terus ada dan sama. Jika gejala dari musim
ke musim itu dihubungkan satu dengan yang lainnya seolah-olah merupakan benang
dengan corak warna yang khas, dan terus menerus sama.
Perenialisme memandang bahwa
kepercayaan-kepercayaan aksiomatis zaman kuno dan abad pertengahan perlu
dijadikan dasar penyusunan konsep filsafat dan pendidikan zaman sekarang. Sikap
ini bukanlah nostalgia (rindu akan hal-hal yang sudah lampau semata-mata)
tetapi telah berdasarkan keyakinan bahwa kepercayaan-kepercayaan tersebut
berguna bagi abad sekarang. Jadi sikap untuk kembali kemasa Iampau itu
merupakan konsep bagi perenialisme di mana pendidikan yang ada sekarang ini
perlu kembali kemasa lampau dengan berdasarkan keyakinan bahwa kepercayaan itu
berguna bagi abad sekarang ini.
Filsafasat
pendidikan Perenialisme adalah
mengemukakan bahwa situasi dunia saat ini penuh dengan kekacauan dan ketidak pastian,dan ketidak
teraturan terutama dalam tatanan kehidupan moral,intelektual,dan sosio
kultural,untuk memperbaiki keadaan ini dengan kembali kepada nilai nilai atau
prinsip umum yang telah menjadi pandangan hidup yang kuat pada zaman dulu abad
pertengahan (Perealisme membicarakan tentang nilai kebenaran,nilai ini sudah
ada pada setiap budaya yang ada pada masyarakat).
Ciri Utama memandang
Perenialisme bahwa keadaan
sekarang adalah zaman yang mempunyai kebudayaan yang terganggu oleh kekacauan,
kebingungan dan kesimpang siuran, berhubung dengan itu dinilai sebagai zaman
yang membutuhkan usaha untuk mengaman lapangan moral,inteltual dan lingkungan
sosial kultural yang lain,ibarat kapal yang akan berlayar zaman memerlukan
pangkalan dan arah tujuan yang jelas .
Perenialisme mempunyai ciri-ciri
tertentu. Adapun ciri-ciri itu adalah (Sadullah Uyoh,2004: 23) :
1. Perenialisme berakar pada tradisi
filosofis klasik yang dikembangkan oleh plato, Aristoteles dan Santo Thomas
Aquines.
2. Sasaran pendidikan ialah kemampuan
menguasai prinsip kenyataan, kebenaran dan nilai-nilai abadi dalam arti tak
terikat oleh ruang dan waktu.
3. Nilai bersifat tak berubah dan universal.
4. Bersifat regresif (mundur) dengan memulihkan kekacauan
saat ini melalui nilai zaman pertengahan (renaissance).
Kondisi dunia
yang terganggu oleh budaya yang tak menentu yaang berada dalam kebingungan dan
kekacauan seperti diungkapkan diatas, maka dengan ini memerlukan usaha serius
untuk menyelamatkan manusia,dari kondisi yang mencekam dengan mencari dan
menemukan orientasi dan tujuan yang jelas,dan ini adalah tugas utama filsafat
pendidikan.perenialisme dalam hal ini mengambil jalan regresif dengan
mengembalikan arahnya seperti yang menjadi prinsip dasar perilaku yang dianut
pada masa kuno dan dan abad pertengahan.
Motif
Perenialisme dengan mengambil jalan regresif bukanlah hanya nostaligia atau
rindu akan nilai nilai lama untuk diingat atau dipuja,melainkan berpendapat
bahwa nilaai tersebut mempunyai kedudukan vital bagi pembaangunan kebudayaan
abad ke dua puluh.prinsip prinsip aksiomatis yang terikat oleh waktu itu
terkandung dalam sejarah.
Perenialisme
memiliki dasar pemikiran yang melekat pada aliran klasik yang ditokohi oleh
plato,aristoteles,augustinus,dan aquinas,perenialisme dalaam konteks pendidikan
ditokohi oleh Robert maynard Hutchins,Mortimer J.Aadler,dan Sir Richard
livingstone.
Prinsip
mendasar perenialis kemudian dikembangkan pula oleh Sayyed Husein Nasr seorang
filsuf islam kontemporer yanh mengatakan bahwa manusia memiliki fitrah yang
sama yang berpangkal pada asal kejadiannya yang fitri yang memiliki konsekuensi
logis pada watak kesucian dan kebaikan.perenialisme dalam konteks Sayyed Husein
Nasr terlihat hendak mengembalikan kesadaran manusia akan hakikatnya yang fitri
akan membuatnya berwatak kesucian dan kebaikan.
Dalam
perjalanan sejarahnya,perenialisme berkembang dalam dua sayap yang berbeda
yaitu golongan teologis yang ingin menegkkan supremasi ajaran
agama dan dari kelompok yang skuler yang berpegang teguh dengan ajaran
filsafat Plato Dan Aristoteles.
B.
Sejarah Perkembangan Aliran
Perenialisme
Pendukung
filsafat perenialis adalah Robert Maynard Hutchins dan Mortimer Adler.Hutchins
dalam Uyo Sadulloh (2008:155) mengembangkan suatu kurikulum berdasarkan
penelitian terhadap Great Books (Buku Besar Bersejarah) dan pembahasan
buku-buku klasik.Perenialis menggunakan prinsip-prinsip yang dikemukakan Plato,
Aristoteles, dan Thomas Aquino.Pandangan-pandangan Plato dan Aristoteles
mewakili peradaban Yunani Kuno serta ajaran Thomas Aquino dari abad
pertengahan.Filsafat perenialisme terkenal dengan bahasa latinnya Philosophia
Perenis.Pendiri utama dari aliran filsafat ini adalah Aristoteles sendiri,
kemudian didukung dan dilanjutkan oleh St. Thomas Aquinas sebagai pemburu dan
reformer utama dalam abad ke-13.
Perenialisme
memandang bahwa kepercayaan-kepercayaan aksiomatis zaman kuno dan abad
pertengahan perlu dijadikan dasar penyusunan konsep filsafat dan pendidikan
zaman sekarang. Sikap ini bukanlah nostalgia (rindu akan hal-hal yang sudah
lampau semata-mata) tetapi telah berdasarkan keyakinan bahwa
kepercayaan-kepercayaan tersebut berguna bagi abad sekarang. Jadi sikap untuk
kembali kemasa lampau itu merupakan konsep bagi perenialisme di mana pendidikan
yang ada sekarang ini perlu kembali kemasa lampau dengan berdasarkan keyakinan
bahwa kepercayaan itu berguna bagi abad sekarang ini.
Asas-asas
filsafat perenialisme bersumber pada filsafat, kebudayaan yang mempunyai dua
sayap, yaitu perenialisme yang theologis yang ada dalam pengayoman supermasi
gereja Katholik, khususnya menurut ajaran dan interpretasi Thomas Aquinas, dan
perenialisme sekular yakni yang berpegang kepada ide dan cita filosofis Plato
dan Aristoteles.
Pendapat
di atas sejalan dengan apa yang dikemukakan H.B Hamdani Ali dalam bukunya
filsafat pendidikan, bahwa Aristoteles sebagai mengembangkan philosophia
perenis, yang sejauh mana seseorang dapat menelusuri jalan pemikiran manusia
itu sendiri. ST. Thomas Aquinas telah mengadakan beberapa perubahan sesuai
dengan tuntunan agama Kristen tatkala agama itu datang. Kemudian lahir apa yang
dikenal dengan nama Neo-Thomisme. Tatkala Neo-Thomisme masih dalam bentuk awam
maupun dalam paham gerejawi sampai ke tingkat kebijaksanaan, maka ia terkenal
dengan nama perenialisme. Pandangan-pandangan Thomas Aquinas di atas
berpengaruh besar dalam lingkungan gereja Katholik. Demikian pula
pandangan-pandangan aksiomatis lain seperti yang diutarakan oleh Plato dan
Aristoteles. Lain dari itu juga semuanya mendasari konsep filsafat pendidikan
perenialisme.
Neo-Scholastisisme
atau Neo-Thomisme ini berusaha untuk menyesuaikan ajaran-ajaran Thomas Aquinas
dengan tuntutan abad ke dua puluh.Misalnya mengenai perkembangan ilmu
pengetahuan cukup dimengerti dan disadari adanya.Namun semua yang bersendikan
empirik dan eksprimentasi hanya dipandang sebagai pengetahuan yang fenomenal,
maka metafisika mempunyai kedudukan yang lebih penting.Mengenai manusia di
kemukakan bahwa hakikat pengertiannya adalah di tekankan pada sifat
spiritualnya.Simbol dari sifat ini terletak pada peranan akal yang karenanya,
manusia dapat mengerti dan memaham'i kebenaran-kebenaran yang fenomenal maupun
yang bersendikan religi.
C.
Beberapa Filsuf Aliran Perenialisme
Pandangan para tokoh mengenai perenialisme yaitu :
1.
Plato
Plato (427-347 SM), hidup pada zaman
kebudayaan yang sarat dengan ketidakpastian, yaitu filsafat sofisme.Ukuran
kebenaran dan ukuran moral merupakan sofisme adalah manusia secara pribadi,
sehingga pada zaman itu tidak ada kepastian dalam moral, tidak ada kepastian
dalam kebenaran, tergantung pada masing-masing individu.Plato berpandangan
bahwa realitas yang hakiki itu tetap tidak berubah.Realitas atau
kenyataan-kenyataan itu tidak ada pada diri manusia sejak dari asalnya, yang
berasal dari realitas yang hakiki. Menurut Plato, “dunia ideal”, bersumber
dari ide mutlak, yaitu Tuhan. Kebenaran, pengetahuan, dan nilai sudah ada
sebelum manusia lahir yang semuanya bersumber dari ide yang mutlak tadi.Manusia
tidak mengusahakan dalam arti menciptakan kebenaran, pengetahuan, dan nilai
moral, melainkan bagaimana manusia menemukan semuanya itu.Dengan menggunakan
akal dan rasio, semuanya itu dapat ditemukan kembali oleh manusia.
2.
Aritoteles
Aritoteles (384-322 SM), adalah murid Plato, namun dalam
pemikirannya ia mereaksi terhadap filsafat gurunya, yaitu idealisme. Hasil
pemikirannya disebut filsafat realism (realism klasik).Cara berfikir
Arithoteles berbeda dengan gurunya, Plato, yang menekankan berfikir rasional
spekulatif. Arithoteles mengambil cara berfikir rasional empiris realitas. Ia
mengajarkan cara berfikir atas prinsip realitas, yang lebih dekat dengan alam
kehidupan manusia sehari-hari.
Arithoteles hidup pada abad keempat sebelum Masehi, namun ia
dinyatakan sebagai pemikir abad pertengahan. Karya-karya Arithoteles merupakan
dasar berfikir abad pertengahan yang melahirkan renaissance. Sikap positifnya
terhadap inkuiry menyebabkan ia mendapat sebutan sebagai Bapak Sains Modern.
Kebajikan akan menghasilkan kabahagiaan dan kebajikan, bukanlah pernyataan
pemikiran atau perenuangan pasif, melainkan merupakan sikap kemauan yang baik
dari manusia.
Menurut Arithoteles dalam Uyo Sadulloh (2008:153) manusia
adalah makhluk materi dan rohani sekaligus. Sebagai materi, ia menyadari bahwa
manusia dalam hidupnya berada dalam kondisi alam materi dan sosial. Sebagai
makhluk rohani manusia sadar akan menuju pada proses yang lebih tinggi yang
menuju kepada manusia ideal, manusia sempurna. Manusia sebagai hewan rasional
memiliki kesadaran intelektual dan spiritual, ia hidup dalam alam materi
sehingga akan menuju pada derajat yang lebih tinggi, yaitu kehidupan yang
abadi, alam supernatural.
3.
Thomas Aquina
Thomas Aquina mencoba mempertemukan suatu pertentangan yang muncul pada waktu itu,
yaitu antara ajaran Kristen dengan filsafat (sebetulnya dengan filsafat
Aritoteles, sebab pada waktu itu yang dijadikan dasar pemikiran logis adalah
filsafat neoplatonisme dari Plotinus yang dikembangkan oleh St. Agustinus.
Menurut Aquina, tidak terdapat pertentangan antara filsafat (khususnya filsafat
Aristoteles) dengan ajaran agama (Kristen). Keduanya dapat berjalan dalam
lapangannya masing-masing.Thomas Aquina secara terus menerus dan tanpa
ragu-ragu mendasarkan filsafatnya kepada filsafat Aristoteles.
Menurut Bertens dalam Uyo Sadulloh (2008:154) Pandangan
tentang realitas, ia mengemukakan, bahwa segala sesuatu yang ada, adanya itu
karena diciptekan oleh Tuhan, dan tergantung kepada-Nya. Ia mempertahankan
bahwa Tuhan, bebas dalam menciptakan dunia. Dunia tidak mengalir dari Tuhan
bagaikan air yang mengalir dari sumbernya, seperti halnya yang dipikirkan oleh
filosof neoplatonisme dalam ajaran mereka tentang teori “emanasi”. Thomas aquina menekankan dua hal dalam pemikiran tentang
realitannya, yaitu : 1) dunia tidak diadakan dari semacam bahan dasar, dan 2)
penciptaan tidak terbatas pada satu saat saja.
Dalam masalah pengetahuan, Thomas Aquina mengemukaan bahwa
pengetahuan itu diperoleh sebagai persentuhan dunia luar dan oleh akal budi,
menjadi pengetahuan. Selain pengetahuan manusia yang bersumber dari wahyu,
manusia dapat memperoleh pengetahuan dengan melalui pengalaman dan rasionya (di
sinilai ia mempertemukan pandangan filsafat idealism, realism, dan ajaran
gerejanya). Filsafat Thomas Aquina disebut tomisme.Kadang-kadang orang tidak
membedakan antara perenialisme dengan neotonisme. Perenialisme adalah sama
dengan neotonisme dalam pendidikan.
D.
Hakikat Pendidikan Menurut
Aliran Perenialisme
Pendidikan menurut Aliran
Perenialisme dipandang sebagai Education
As Cultural Regression : Pendidikan sebagai jalan kembali, atau proses
mengembalikan keadaan manusia sekarang
seperti dalam kebudayaan masa lampau yang dianggap sebagai kebudayaan ideal.
Tugas pendidikan adalah memberikan pengetahuan tentang nilai-nilai kebenaran yang pasti, absolut, dan abadi yang terdapat dalam
kebudayaan masa lampau yang dipandang sebagai kebudayaan ideal
tersebut.Perenialisme percaya bahwa prinsip-prinsip pendidikan juga bersifat
universal dan abadi.
Robert M. Hutchins dalam Jalaluddin
Abdullah (2007:116) mengemukakan “Pendidikan mengimplikasikan
pengajaran.Pengajaran mengimplikasikan pengetahuan.Pengetahuan dalah kebenaran. Kebenaran di mana pun dan kapan pun adalah
sama. Karena itu kapan pun dan di mana pun pendidikan adalah sama”.
Selain itu pendidikan dipandang
sebagai suatu persiapan untuk hidup, bukan hidup itu sendiri.
1.
Tujuan Umum Pendidikan
Menurut Jalaluddin Abdullah, tugas
utama pendidikan adalah mempersiapkan anak didik ke arah kematangan. Matang dalam
artian hidup akalnya.Jadi akal inilah yang perlu mndapat tuntunan, sekolah
rendah memberikan pendidikan dan pengetahuan serba dasar. Dengan pengetahuan
tradisional seperti membaca, menulis, dan berhitung, peserta didik memperoleh
dasar penting bagi pengetahuan yang lain.
Menurut Thomas Aquinas dalam
Jalaluddin Abdullah (2007:117) tujuan pendidikan ialah sebagai usaha mewujudkan
kapasitas yang ada dalam individu agar menjadi aktualitas, aktif, dan
nyata.Menurut Robert Hatchkins dalam Jalaluddin Abdullah (2007:118) tujuan
pendidikan adalah mengembangkan akal budi sepaya peserta didik dapat hidup
penuh kebijaksanaan demi kebaikan hidup itu sendiri.
Berdasarkan pendapat tujuan
pendidikan yang dikemukakan para ahli diatas maka dapat disimpulkan tujuan
pendidikan adalah untuk mewujudkan peserta didik untuk hidup bahagia demi
kebahagiaannya sendiri. Dengan mengembangkan akalnya maka akan dapat
mempertinggi kemampuan berpikirnya. Pendidikan membantu anak menyingkapi dan
menanamkan kebenaran-kebenaran hakiki, oleh karena itu kebenaran-kebenaran itu
universal dan konstan, maka kebenaran-kebenaran tersebut hendaknya menjadi
tujuan-tujuan pendidikan yang murni. Kebenaran-kebenaran hakiki dapat dicapai
dengan sebaik-baiknya melalui :
a. Latihan intelektual secara cermat untuk
melatih pikiran.
b. Latihan karakter sebagai suatu cara
mengembangkan manusia spiritual.
1.
Hakikat Guru
Tugas utama dalam pendidikan adalah
guru-guru, di mana tugas pendidikanlah yang memberikan pendidikan dan
pengajaran (pengetahuan) kepada anak didik.Faktor keberhasilan anak dalam
akalnya sangat tergantung kepada guru, dalam arti orang yang telah mendidik dan
mengajarkan.
Menurut Zuhairini Arikunto dalam
Jalaluddin Abdullah (2007:118) peran guru adalah mengajar dan memberikan
bantuan kepada peserta didik untuk mengembangkan potensi-potensi yang ada
padanya.
Guru mempunyai peranan dominan dalam
penyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar di kelas. Guru hendaknya orang yang
menguasai suatu cabang ilmu, seorang guru yang ahli (a master teacher) bertugas
membimbing diskusi yang akan memudahkan siswa menyimpulkan kebenaran-kebenaran
yang tepat, dan wataknya tanpa cela. Guru dipandang sebagai orang yang memiliki
otoritas dalam suatu bidang pengetahuan dan keahliannya tifdak diragukan.
2.
Hakikat Murid
Murid dalam aliran perenialisme
merupakan makhluk yang dibimbing oleh prinsip-prinsip pertama,
kebenaran-kebenaran abadi, pikiran mengangkat dunia biologis. Hakikat
pendidikan upaya proses transformasi pengetahuan dan nilai kepada subyek didik,
mencakup totalitas aspek kemanusiaan, kesadaran, sikap dan tindakan kritis
terhadap seluruh fenomena yang terjadi di sekitarnya.
Pendidikan bertujuan mencapai
pertumbuhan kepribadian manusia yang menyeluruh secara seimbang melalui latihan
jiwa, intelek, diri manusia yang rasional; perasaan dan indera. Karena itu
pendidikan harus mencakup pertumbuhan manusia dalam segala aspeknya :
spiritual, intelektual, imajinatif, fisik, ilmiah, bahasa, baik secara
individual maupun secara kolektif, dan mendorong semua aspek ini ke arah
kebaikan dan mencapai kesempurnaan.
3.
Proses Belajar
Mengajar
Tuntutan tertinggi dalam belajar menurut Perenialisme, adalah latihan dan
disiplin mental.Maka, teori dan praktik pendidikan haruslah mengarah kepada
tuntunan tersebut. Teori dasar dalam belajar menurut Perenialisme terutama:
a.
Mental dicipline
sebagai teori dasar
Menurut Perenialisme
sependapat latihan dan pembinaan berpikir adalah salah satu kewajiban tertinggi
dalam belajar, atau keutamaan dalam proses belajar. Karena program pada umumnya
dipusatkan kepada pembinaan kemampuan berpikir.
b. Rasionalitas dan Asas Kemerdekaan
Asas berpikir dan kemerdekaan harus menjadi tujuan utama pendidikan,
otoritas berpikir harus disempurnakan sesempurna mungkin. Dan makna kemerdekaan
pendidikan hendaknya membantu manusia untuk dirinya sendiri yang membedakannya
dari makhluk yang lain. Fungsi belajar harus diabdikan bagi tujuan itu, yaitu
aktualisasi diri manusia sebagai makhluk rasional yang bersifat merdeka.
c.
Leraning to Reason
(belajar untuk berpikir)
Bagaimana tugas berat ini dapat dilaksanakan, yakni belajar supaya mampu
berpikir.Perenialisme tetap percaya dengan asas pembentukan kebiasaan dalam
permulaan pendidikan anak.Kecakapan membaca, menulis, dan berhitung merupakan
landasan dasar.Dan berdasarkan pentahapan itu, maka learning to reason menjadi
tujuan pokok pendidikan sekolah menengah dan pendidikan tinggi.
d. Belajar sebagai persiapan hidup
Belajar untuk mampu berpikir bukanlah semata – mata tujuan kebajikan moral
dan kebajikan intelektual dalam rangka aktualitas sebagai filosofis.Belajar
untuk berpikir berarti pula guna memenuhi fungsi practical philosophy baik
etika, sosial politik, ilmu dan seni.
e.
Learning through
teaching
Dalam pandangan Perenialisme, tugas guru bukanlah perantara antara dunia
dengan jiwa anak, melainkan guru juga sebagai murid yang mengalami proses
belajar sementara mengajar. Guru mengembangkan potensi – potensiself
discovery, dan ia melakukan otoritas moral atas murid – muridny, karena ia
seorang profesional yang memiliki kualifikasi dan superior dibandingkan
dengan murid – muridnya. Guru harus mempunyai aktualitas yang lebih.
4.
Kurikulum
Kurikulum menurut kaum perenialis
harus menekankan pertumbuhan intelektual siswa pada seni dan sains.Untuk
menjadi “terpelajar secara cultural” para siswa harus berhadapan dengan bidang
seni dan sains yang merupakan karya terbaik yang diciptakan oleh manusia.
Dua dari pendukung filsafat
perenialis adalah Robert Maynard Hutchins, dan Mortimer Adler. Sebagai rector
the University of Chicago, Hutchin dalam Uyo Sadulloh (2008:155) menegembangkan suatu kurikulum mahasiswa S1
berdasarkan penelitan terhadap Buku besar bersejarah (Great Book) dan
pembahasan buku-buku klasik. Kegiatan ini dilakukan dalam seminar-seminar
kecil. Kurikulum perenialis Hutchins didasarkan pada tiga asumsi mengenai
pendidikan :
a.
Pendidikan harus mengangkat pencarian kebenaran manusia yang
berlangsung terus menerus. Kebenaran apapun akan selalu benar dimanapun juga.
Kebenaran bersifat universal dan tak terikat waktu.
b.
Karena kerja pikiran
adalah bersifat intelektual dan memfokuskan pada gagasan – gagasan, pendidikan
juga harus memfokuskan pada gagasan- gagasan . pengolahan rasionalitas manusia
adalah fungsi penting pendidikan
c.
Pendidikan harus menstimulus para mahasiswa untuk berfikir secara
mendalam mengenai gagasan – gagasan signifikan. Para guru harus menggunakan
pemikiran yang benar dan kritis seperti metoda pokok mereka, dan mereka harus
mensyaratkan hal yang sama pada siswa.
Pandangan – pandangan kurikulum menurut aliran perenialisme yang
mempengaruhi praktikpendidikan.
A.
Pendidikan Dasar dan
Menengah
Ø Pendidikan sebagai persiapan
Perbedaan
Progresivisme dengan Perenialisme terutama pada sikapnya tentang “education as
preparation”. Dewey dan tokoh – tokoh Progresivisme yang lain menolak pandangan
bahwa sekolah (pendidikan) adalah persiapan untuk kehidupan. Tetapi
Perenialisme berpendapat bahwa pendidikan adalah persiapan bagi kehidupan di
dalam masyarakat.Dasar pandangan ini berpangkal pada ontologi, bahwa anak ada
dalam fase potensialitas menuju aktualitas, menuju kematangan.
Ø Kurikulum Sekolah Menengah
Prinsip kurikulum
pendidikan dasar, bahwa pendidikan sebagai persiapan, berlaku pula bagi
pendidikan mencegah.Perenialisme membedakan kurikulum pendidikan menengah
antara program, “general education” dan pendidikan kejuruan, yang terbuka bagi
anak 12-20 tahun.
B. Pendidikan Tinggi dan Adult Education
Ø Kurikulum Universitas
Program “general
education” dipersiapkan untuk pendidikan tinggi dan adult education.Pendidikan
tinggi sebagai lanjutan pendidikan menengah dengan program general education
yang telah selesai disiapkan, bagi umur 21 tahun sebab dianggap telah cukup
mempunyai kemampuan melaksanakan program pendidikan tinggi. Pendidikan tinggi
pada prinsipnya diarahkan untuk mencapai tujuan kebajikan intelektual yang
disebut “The intellectual love of good”
Ø Kurikulum Pendidikan Orang Dewasa
Tujuan pendidikan
orang dewasa ialah meningkatkan pengetahuan yang telah dimilikinya dalam
pendidikan lama sebelum itu, menetralisir pengaruh – pengaruh jelek yang
ada.Nilai utama pendidikan orang dewasa secara filosofis ialah mengembangkan
sikap bijaksana, guna merenorganisasi pendidikan anak – anaknya, dan membina
kebudayaannya. Malahan Hutchins mengatakan, pendidikan orang dewasa adalah jalan
menyelamatkan kehidupan bangsa – bangsa
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
·
Filsafat perenialisme adalah berpegang pada nilai-nilai atau
norma-norma yang bersifat abadi.
·
Filsafasat pendidikan Perenialisme adalah mengemukakan bahwa situasi dunia saat ini . tatanan
kehidupan moral,intelektual,dan sosio kultural,untuk memperbaiki keadaan ini
dengan kembali kepada nilai nilai atau prinsip umum yang telah menjadi
pandangan hidup yang kuat pada zaman dulu abad pertengahan (Perealisme
membicarakan tentang nilai kebenaran,nilai ini sudah ada pada setiap budaya
yang ada pada masyarakat).
·
Beberapa tokoh aliran filsafat perenialisme diantaranya:
Plato (427-347 SM), Aritoteles (384-322 SM) dan Thomas Aquina)
·
Tujuan pendidikan menurut aliran
perenialisme adalah
untuk mewujudkan peserta didik untuk hidup bahagia demi kebahagiaannya sendiri.
Dengan mengembangkan akalnya maka akan dapat mempertinggi kemampuan
berpikirnya.
B.
Saran
·
Sebagai guru professional sudah sepantasnya kita mengetahui
filsafat pendidikan perenialisme yang dapat menunjang wawasan dan pengetahuan
dibidang pendidikan.
·
Selain
memahami filsafat pendidikan perenialisme kita juga harus mampu melaksanakan
pembeajaran sesuai dengan tujuan
pendidikan nasional di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar