KONSEP DASAR
PENDIDIKAN KARAKTER
2.1
Apa Itu Karakter?
karakter secara harfiyah berasal dari bahasa Latin
“character”, yang berarti: watak, tabiat, sifat-sifat kejiwaan, budi pekerti,
kepribadian atau akhlak.
Secara istilah karakter diartikan sebagai sifat manusia pada
umumnya di mana manusia mempunyai banyak sifat yang tergantung dari faktor
kehidupannya sendiri. Jadi karakter adalah sifat kejiwaan, akhlak atau budi
pekerti yang menjadi ciri khas seseorang atau sekelompok orang.
Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan
dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan
kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan
perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan
adat-istiadat.
Karakter = akhlak dan budi pekerti. Karakter bangsa identik
dengan akhlak bangsa/budi pekerti bangsa. Bangsa yang berkarakter adalah bangsa
yang berakhlak dan berbudi pekerti, sebaliknya bangsa yang tidak berkarakter
adalah bangsa yang tidak atau kurang berakhlak atau tidak memiliki standar
norma dan perilaku yang baik.
a.
Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter adalah penanaman nilai esensial
dengan pembelajaran dan pendampingan sehingga para siswa sebagai individu
mampu memahami, mengalami, dan mengintegrasikan nilai yang menjadi core values
ke dalam kepribadiannya. Pendidikan karakter dalam grand desain pendidikan
karakter, adalah proses pembudayaan dan pemberdayaan nilai-nilai luhur dalam
lingkungan satuan pendidikan (sekolah), lingkungan keluarga, dan lingkungan
masyarakat.
Pendidikan karakter dalam Islam dapat dipahami sebagai upaya
penanaman kecerdasan kepada anak didik dalam berpikir, bersikap, dan berperilaku
sesuai dengan nilai-nilai luhur yang menjadi jati dirinya, diwujudkan dalam
interaksi dengan Tuhannya, diri sendiri, antarsesama, dan lingkungannya sebagai
manifestasi hamba dan khalifah Allah
·
Manifestasi hamba dan khalifah-Nya
Sesuai dengan al-Dhariyat (51): 56; al-Bayyinah (98): 5;dan
al-Baqarah (2): 30.Maka hanya orang yang bertakwalah yang mampu menunjukkan
sebagai pribadi hamba dan khalifah Allah.
Jadi,
tujuan pendidikan karakter Islami: menjadikan anak didik sebagai hamba dan
khalifah Allah yang berkualitas taqwa. Pekerjaan atau aktifitas taqwa meliputi
semua bidang mulai dari keyakinan hidup, ibadah, moralitas, aktifitas interaksi
sosial, cara berfikir, hingga gaya hidup.
·
Indikator orang berkualitas taqwa menurut al-Qur’an:
1.
Memiliki keyakinan yang membara dan kuat bahwa Allah
berkuasa atas segala sesuatu (QS. 2: 3)
2.
Memiliki perspektif jangka panjang. Kebiasaan memandang jauh
ke depan sehingga menjadi pribadi yang proaktif (QS. 59: 18)
3.
Memiliki obsesi dan cita-cita yang sangat tinggi. Berambisi
menjadi orang yang berilmu dan berharta untuk didayagunakan di jalan kebaikan
untuk mencapi ridho Allah (QS. 2: 218)
4.
Mempunyai speed dalam berprestasi; selalu mengejar mutu pada
semua aspek kepribadian; keunggulan dan kesempurnaan selalu menjadi standar
dalam meningkatkan kualitas diri, sehingga peluang besar menuju kesuksesan akan
dapat diraih (QS. 3: 153; QS. 5: 48)
5. Selalu berobsesi menjadi yang
terdepan. Siap memasuki medan kompetisi dalam kebaikan secara sehat dan
konstruktif. Dunia dijadikan sarana mengabdi dan mendekat kepada Allah dan
berbuat amal kebaikan kepada sesama. Orang yang bertaqwa tidak layak bekerja,
berusaha, berprestasi seadanya, tanpa greget, tanpa target, dan tanpa kualitas
unggul (QS. 5: 48; QS. 23: 61)
6. Waktu-waktunya efektif dan
produktif; membiasakan bekerja dengan tingkat efesiensi, efektifitas, dan
produktifitas tinggi. Meninggalkan segalaperkataan dan tindakan yang tidak
bermanfaat (QS. 23: 1 dan 3)
7. Memiliki semangat kolektif dan
kolaboratif. Kebersamaan, sinergi, dan harmoni menjadi watak kehidupan
sebagaimana alam ini diciptakan. Mewujudkan keunggulan dalam kebaikan akan
mudah diraih dengan kemampuan bekerjasama dan tolong menolong dengan sesama
(QS. 5: 3)
2.2
Dasar Pembentukan Karakter
Sifat dasar manusia yang diberikan Allah adalah sifat fujur
(cenderung kepada keburukan/kefasikan) dan sifat taqwa (cenderung kepada
kebaikan), sebagaimana QS. Al-Shams, 91: 7-8. kedua sifat inilah yang menjadi
dasar pembentukan karakter (nilai baik atau buruk). Nilai baik disimbolkan dengan
nilai malaikat dan nilai buruk disimbolkan dengan nilai setan. Karakter manusia
adalah hasil tarik menarik antara kedua nilai tersebut dalam bentuk energi
positif dan negatif.
Energi positif berupa nilai-nilai etis religius yang
bersumber dari keyakinan terhadap Tuhan, sebaliknya energi negatif berupa
nilai-nilai a moral yang bersumber dari taghut (setan). Nilai etis berfungsi
sebagai sarana pemurnian, penyucian dan pembangkitan nilai-nilai kemanusiaan
yang sejati (hati nurani).
Energi
Positif, berupa:
1. 1.Kekuatan spiritual; iman, islam,
ihsan, dan taqwa untuk mencapai ahsani taqwim (makhluq etis dan kemanusiaannya
yang hakiki)
2.
2.Kekuatan kemanusiaan positif; aqlu as-salim, qalbun salim,
qalbun munib (hati yang kembali, bersih, suci dari dosa), dan nafsu mutmainnah
(jiwa yang tenang). Kesemuanya merupakan modal insani/SDM yang memiliki
kekuatan luar biasa.
3. 3.Sikap dan perilaku etis (merupakan
implementasi dari kekuatan spiritual dan kepribadian manusia, berupa; istiqamah
(integritas), ihlas, jihad, dan amal salih.
Energi positif ini dalam perspektif individu akan melahirkan
orang yang berkarakter, yi orang yang bertaqwa, berintegritas (nafsu
mutmainnah), dan beramal shalih. Aktualisasi orang berkualitas ini dalam hidup
dan bekerja akan melahirkan akhlaq yang luhur karena memiliki personality
(integritas, komitmen dan dedikasi), capacity (kecakapan), dan competency yang
bagus pula (profesional)
Energi
Negatif;
disimbolkan dengan kekuatan materialistik dan nilai-nilai thaghut (nilai-nilai
destruktif) yang fungsinya sebagai pembusukan dan penggelapan nilai-nilai
kemanusiaan. Berupa:
1. 1.Kekuatan taghut; kufr, munafiq,
fasik, dan shirik. Kekuatan yang menjauhkan manusia dari ahsani taqwim menjadi
makhluk yang serba material (asfala safilin)
2.
2.Kekuatan kemanusiaan negatif; pikiran jahiliyyah (pikiran
sehat), qalbun marid (hati sakit, tidak merasa), qalbun mayyit (mati, tidak
bernurani), dan nafsu al-lawwamah, yang menjadikan manusia menghamba pada
ilah-ilah selain Allah berupa harta, seks, dan kekuasaan (taghut).
3. 3.Sikap dan perilaku tidak etis
(implementasi kedua kekuatan yang dapat melahirkan konsep-konsep normatif
tentang nilai-nilai budaya busuk. Meliputi: takabbur, hubb ad-dunya
(materialistik), zalim, dan a’mal as-sayyi`at (destruktif)
Akan melahirkan pribadi berkarakter buruk, yang puncak
keburukannya meliputi shirik, nafs lawwamah, dan a’mal sayyiat. Aktualisasinya
melahirkan perilaku tercela, yi orang yang berkepribadian tidak bagus
(hipokrit, penghianat, dan pengecut) dan tidak mampu mendayagunakan kompetensi
yang dimiliki.
2.3
Urgensi Pendidikan Karakter Bangsa
1. 1.Memudarnya nasionalisme dan jati
diri bangsa
2.
2.Merosotnya harkat dan martabat bangsa
3.
3.Mentalitas bangsa yang buruk
4.
4.Krisis multidimensional
5.
5.Degradasi moral perusak karakter bangsa
a.
Memudarnya nasionalisme dan jati diri bangsa
Nasionalisme: cinta tanah air, bangsa, dan negara;
rela berjuang dan berkorban untuk kejayaannya; ada heroisme, altruisme dan
patriotisme; mengesampingkan individualisme, hedonisme, dan sparatisme.
Indikator:
1. 1.Berkembangnya individualisme,
hedonisme, terorisme dan sparatisme;
2.
2.untuk berebut menjadi pejabat/PNS/dll harus menyuap (bukan
abdi negara, tapi penghianat, bukan pejuang tapi pecundang);
3.
3.munculnya sparatisme, terorisme, dan berkembangnya
ideologi trans-nasional yang mengingkari paham kebangsaan, cinta tanah air dan
negara;
4.
4.enggan memakai produksi dalam negeri.
b.
Merosotnya harkat dan martabat bangsa
Indonesia sejatinya bangsa dan negara besar serta
berpredikat positif, namun semua itu sirna karena predikat baru yang negatif
seperti terkorup, bangsa yang soft nation, malas, sarang teroris, hilang
keramah-tamahannya, banyak kerusuhan, banyak bencana, dls.
Fenomena lain: “menjadi bangsa kuli dan kuli di antara
bangsa-bangsa” atau menjadi bangsa pengemis dan pengemis di antara
bangsa-bangsa”. Faktanya, Indonesia negara pengekspor kuli/babu/tenaga
kasar/unskill terbesar (mendatangkan devisa, tapi madharatnya lebih besar)
c.
Mentalitas bangsa yang buruk
Indonesia memiliki modal/kekuatan yang memadai untuk menjadi
bangsa besar dan negara yang kuat; luas wilayah,jumlah penduduk, kekayaan alam,
kekayaan budaya, kesatuan bahasa, ketaatan pada ajaran agama, dan sistem
pemerintahan republik yang demokratis.
Namun semua itu tak akan ada arti jika mentalitas bangsanya belum
terbangun dan belum berubah ke arah yang lebih baik.Mentalitas penghambat
tersebut di antaranya: malas,tidak disiplin, suka melanggar aturan, aji
mumpung, suka menerabas, dan nepotisme.
Media yang ampuh untuk merubah mentalitas bangsa adalah
pendidikan dan keyakinan agama. Pendidikan? Pendidikan yang dilaksanakan dengan
sungguh-sungguh dan sepenuh hati, bukan sekedar formalitas atau kepura-puraan.
Pendidikan agama yang mampu menanamkan keimanan yang benar, ibadah yang benar
dan akhlakul karimah, niscaya menjadikan anak didik sebagai manusia terbaik,
yaitu yang bermanfaat dengan amal shalihnya.
d.
Krisis multidimensional
Permasalahan Indonesia: konflik sosial, sering mengedepankan
kekerasan dalam memecahkan masalah, praktik korupsi yang semakin canggih dan
massif, perkelahian antar pelajar-mahasiswa-warga-anggota dewan, pelanggaran
etika dan susila yang semakin vulgar, munculnya aliran yang dianggap sesat dan
cara peyelesaiannya yang cebderung menggunakan kekerasan, tindak kejahatan yang
mengancam ketentraman, praktek demokrasi liberal yang ekstrem dalam berbagai
aspek kehidupan yang bertabrakan dengan nilai-nilai kepatutan sebagai bangsa
Timur dan bangsa yang religius.
Sebagai bangsa muslim terbesar, masalahnya banyak muslim
Indonesia yang belum at home sebagai Bangsa Indonesia. Mereka tidak menerima
negara pancasila, dan tidak memiliki kemampuan dan keterampilan untuk hidup
bersama dalam perbedaan. Dampaknya masih kuat ekslusifitas, maraknya gerakan
umat yang kontra produktif, seperti terorisme, gerakan bawah tanah yang
bertujuan mengganti bentuk negara, berbagai bentuk pembangkangan dan perlawanan
terhadap negara dan pemerintahan yang sah. Akibatnya berangkai, sangat luas,
dan kontra produktif bagi bangsa-negara dan umat Islam sendiri.
Permasalahahn di bidang pendidikan…diperparah dengan
tayangan televisi yang sangat vulgar, life, dan tidak mengenal waktu tayang.
Tindakan memfitnah, memperolok, menghin, mengadu domba, pembunuhan karakter
juga difasilitasi oleh media.
e.
Degradasi moral perusak karakter bangsa
Eksistensi, kemuliaan dan kejayaan suatu bangsa tergantung
akhlaknya. Demikian juga keterpurukan, kehinaan, dan kehancurannya.
Menurut psikolog dan ahli pendidikan
AS, Thomas Lichona tanda-tanda degradasi moral:
ü Meningkatnya kekerasan pada remaja
ü Penggunaan kata-kata memburuk
ü Pengaruh peer group (rekan kelompok)
yang kuat dalam tindak kekerasan
ü Meningkatnya penggunaan narkoba,
alkohol dan seks bebas
ü Kaburnya batasan moral baik-buruk
ü Menurunnya etos kerja
ü Rendahnya rasahormat kepada orang
tua dan guru
ü Rendahnya rasa tanggung jawab
individu dan warga negara
ü Membudayanya ketidakjujuran
ü Adanya saling curiga dan kebencian
di antara sesama.
2.4
Urgensi Pendidikan Karakter Islami
1. Umat muslim merupakan mayoritas
penduduk Indonesia. Baik-buruknya Indonesia pasti berdampak pada muslim.
2.
Kesenjangan antara muslim cita dan muslim fakta
3.
Mengawinkan antara keislaman, keindonesiaan, dan kemodernan.
Mengawinkan ketiganya, seorang muslim akan memiliki tiga kesadaran: kesadaran
ideal (keislaman), kesadaran tempat (keindonesiaan), dan kesadaran waktu
(kemodernan), diharapkan muslim akan memiliki kearifan, kemuliaan, dan
kejayaan.
4. Etika dan moral Islam adalah
moralitas agama yang mengarahkan manusia berbuat baik antar sesamanya agar
tercipta masyarakat yang baik dan teratur. Berislam yang tidak membuahkan
akhlak adalah sia-sia. Menurut Raghib al-Asfahani, etika Islam berbentuk
ethical individual social egoism dalam motivasi moral. Maksudnya, etika sosial
Islam tidak hendak memasung otoritas individu untuk sosial (paham
komutarianisme) atau mengorbankan sosial untuk individu (paham universalisme).
Etika Islam harus berlandaskan cita-cita keadilan dan kebebasan individu untuk
melakukan kebaikan sosial.
Kesenjangan
antara muslim cita dan fakta
Dalam
perspektif pembangunan, ada 3 kelompok muslim:
1. 1.Muslim berideologi Islam politik;
menjadikan Islam iseologi politik, bertujuan mendirikan negara Islam/khilafah
islamiyyah, biasanya bersifat radikal, tidak merasa menjadi Indonesia, sedikit
kontribusinya bagi pembangunan, sebaliknya merongrong kedaulatan RI
2.
2.Muslim mistik; disibukkan dengan urusan ritual keagamaan
bahkan yang bersifat mistik, tidak mempersoalkan keindonesiaan tetapi juga
tidak memberikan kontribusi yang berarti dan tidak juga membahayakan negara
3.
3.Muslim moderat; muslim ideal karena berprinsip
keseimbangan antara urusan dunia-akhirat, selalu berusaha menjadi ummatan
wasathan, di mana pun berada berusaha memberi manfaat. Ciri muslim moderat: at
home di Indonesia, mencintai, berjuang dan rela berkorban untuk bangsa dan
negara, dan memberi kontribusi bagi pembangunan.
4.
Ketiganya masih ada, bahkan muslimpolitik semakin menguat
pasca reformasi. Dalam konteks pembangunan karakter bangsa, diarahkan untuk
menjadi muslim moderat/ideal.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Karakter
berasal dari bahasa yunani yang berarti “to mark” untuk menandai dan
memfokuskan bagaimana mengaplikasikan
nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku, sehingga orang yang
tidak jujur, kejam, rakus dan perilaku jelek lainnya dikatakan orang berkarakter
jelek sebaliknya, orang yang perilakunya sesuai dengan kaidah, moral disebut
dengan berkarakter mulia.
Menurut
sudrajat (2010), pendidikan karakter adalah suatu system penanaman nilai nilai
karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran
atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai nilai tersebut, baik
terhadap tuhan yang maha esa, diri sendiri, sesama, lingkungan maupun
kebangsaan sehingga menjadi insane kamil.
Tujuan
pendidikan karakter adalah penanaman nilai dalam diri siswa dan pembaruan tata
kehidupan bersama yang lebih menghargai kebebasan individu. Nilai nilai
karakter yang dikembangkan dalam dunia pendidikan didasarakan pada empat
sumber, yaitu : agama, pancasila, budaya bangsa, dan tujuan pendidikan nasional
itu sendiri. Implikasi pendidikan karakter mempunyai berbagai penyaluran yaitu
dilingkungan keluarga, sekolah, perguruan tinggi, dan dilingkungan luar.
Orientasi orientasi pembelajaran ini lebih ditekankan pada keteladanan dalam
nilai kehidupan nyata, baik disekolah maupun diwilayah public.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar