Minggu, 04 Desember 2016

Membangun Pembelajaran Berkarakter




 A.    Membangun Pembelajaran Berbasis Karakter

       Pelaksanaan kurikulum berbasis karakter di dalam proses pembelajaran di sekolah dilaksanakan mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi pembelajaran pada semua mata pelajaran. Tahap-tahap ini akan diuraikan lebih detail berikut ini.
1)      Tahap Perencanaan
       Pada tahap perencanaan yang mula-mula dilakukan adalah analisis SK/KD, pengembangan silabus berkarakter, penyusunan RPP berkarakter, dan penyiapan bahan ajar berkarakter. Analisis SK/KD dilakukan untuk mengidentifikasi nilai-nilai karakter yang secara substansi dapat diintegrasikan pada SK/KD yang bersangkutan. Perlu dicatat bahwa identifikasi nilai-nilai karakter ini tidak dimaksudkan untuk membatasi nilai-nilai yang dapat dikembangkan pada pembelajaran SK/KD yang bersangkutan. Guru dituntut lebih cermat dalam memunculkan nilai-nilai yang ditargetkan dalam proses pembelajaran.
       Sebagaimana langkah-langkah pengembangan silabus, penyusunan RPP dalam rangka pendidikan karakter yang terintegrasi dalam pembelajaran juga dilakukan dengan cara merevisi RPP yang telah ada. Revisi RPP dilakukan dengan langkah-langkah : 
·         Rumusan tujuan pembelajaran direvisi/diadaptasi. Revisi/adaptasi tujuan pembelajaran dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu : (1) rumusan tujuan pembelajaran yang telah ada direvisi hingga satu atau lebih tujuan pembelajaran tidak hanya mengembangkan kemampuan kognitif dan psikomotorik, tetapi juga afektif (karakter), dan (2) ditambah tujuan pembelajaran yang khusus dirumuskan untuk karakter. 
·         Pendekatan/metode pembelajaran diubah (disesuaikan) agar pendekatan/metode yang dipilih selain memfasilitasi peserta didik mencapai pengetahuan dan keterampilan yang ditargetkan, juga mengembangkan karakter. 
·          Langkah-langkah pembelajaran juga direvisi. Kegiatan-kegiatan pembelajaran dalam setiap langkah/tahap pembelajaran (pendahuluan, inti, dan penutup), direvisi atau ditambah agar sebagian atau seluruh kegiatan pembelajaran pada setiap tahapan memfasilitasi peserta didik memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang ditargetkan dan mengembangkan karakter. Prinsip-prinsip pendekatan pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning), pembelajaran kooperatif (Cooperatif Learning), dan pembelajaran aktif (misal: PAIKEM/Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan) cukup efektif untuk mengembangkan karakter peserta didik. 
·          Bagian penilaian direvisi. Revisi dilakukan dengan cara mengubah dan/atau menambah teknik-teknik penilaian yang telah dirumuskan. Teknik-teknik penilaian dipilih sehingga secara keseluruhan teknik-teknik tersebut mengukur pencapaian peserta didik dalam kompetensi dan karakter. Di antara teknik-teknik penilaian yang dapat dipakai untuk mengetahui perkembangan karakter adalah observasi, Penilaian kinerja, penilaian antar teman, dan penilaian diri sendiri. Nilai karakter sebaiknya tidak dinyatakan secara kuantitatif, tetapi secara kualitatif, misalnya :
a.       BT : Belum Terlihat, apabila peserta didik belum memperlihatkan tanda-tandaawal perilaku/karakter yang dinyatakan dalam indikator. 
b.      MT : Mulai Terlihat, apabila peserta didik sudah mulai memperlihatkan adanya tanda-tanda perilaku/karakter  yang  dinyatakan  dalam  indikator  tetapi belum konsisten. 
c.       MB : Mulai Berkembang, apabila peserta didik sudah memperlihatkan berbagai tanda perilaku/karakter yang dinyatakan dalam indikator dan mulai konsisten. 
d.      MK : Menjadi Kebiasaan atau membudaya, apabila peserta didik terus menerus memperlihatkan  perilaku/karakter  yang  dinyatakan  dalam  indikator  secara konsisten (Dit. PSMP Kemdiknas, 2010).

Bahan ajar disiapkan. Bahan ajar yang biasanya diambil dari buku ajar (buku teks) perlu disiapkan dengan  merevisi  atau menambah  nilai-nilai  karakter ke dalam pembahasan  materi  yang ada di dalamnya. Buku-buku yang ada selama ini meskipun telah memenuhi  sejumlah  kriteria kelayakan buku  ajar,  yaitu kelayakan isi,  penyajian,  bahasa,  dan  grafika,  akan  tetapi materinya  masih belum secara memadai mengintegrasikan pendidikan karakter di dalamnya. Apabila guru sekedar mengikuti atau melaksanakan embelajaran dengan berpatokan pada kegiatan kegiatan pembelajaran pada buku-buku  tersebut,  pendidikan  karakter  secara memadai belum berjalan. Oleh karena itu, sejalan dengan apa yang telah dirancang pada silabus dan RPP yang berwawasan pendidikan karakter, bahan ajar perlu diadaptasi. Adaptasi yang paling mungkin dilaksanakan oleh guru adalah dengan cara menambah kegiatan pembelajaran yang sekaligus dapat mengembangkan karakter. Cara lainnya adalah dengan mengadaptasi atau mengubah kegiatan belajar pada buku ajar yang dipakai. Selain  itu, adaptasi dapat dilakukan dengan merevisi substansi pembelajarannya
2)      Pelaksanaan Pembelajaran
Kegiatan  pembelajaran  dari  tahapan  kegiatan  pendahuluan,  inti, dan penutup dipilih  dan dilaksanakan agar peserta didik mempraktikkan nilai-nilai karakter yang ditargetkan.
a)      Pendahuluan
Berdasarkan Standar Proses, pada kegiatan pendahuluan, guru:
1.      menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses pembelajaran.
2.      mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengaitkan pengetahuan sebelumnya dengan materi  yang akan dipelajari.
3.      menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan dicapai.
4.      menyampaikan cakupan materi dan penjelasan uraian kegiatan sesuai silabus.
Ada sejumlah cara yang dapat dilakukan untuk mengenalkan nilai, membangun kepedulian akan nilai, dan membantu internalisasi nilai atau karakter pada tahap pembelajaran ini. Berikut adalah beberapa contoh :
a.       Guru datang tepat waktu (contoh nilai yang ditanamkan : disiplin).
b.      Guru mengucapkan salam dengan ramah kepada siswa ketika memasuki ruang  kelas (contoh nilai yang ditanamkan : santun, peduli).
c.       Berdoa sebelum membuka pelajaran (contoh nilai yang ditanamkan : religius).
d.      Mengecek kehadiran siswa (contoh nilai yang ditanamkan : disiplin, rajin).
e.       Mendoakan siswa yang tidak hadir karena sakit atau karena halangan lainnya  (contoh nilai yang ditanamkan : religius, peduli).
f.       Memastikan bahwa setiap siswa datang tepat waktu (contoh nilai yangditanamkan : disiplin).
g.      Menegur siswa yang terlambat dengan sopan (contoh nilai yang ditanamkan : disiplin, santun, peduli).
h.      Mengaitkan materi/kompetensi yang akan dipelajari dengan karakter.
Dengan merujuk pada silabus, RPP, dan bahan ajar, menyampaikan butir karakter yang hendak dikembangkan selain yang terkait dengan SK/KD.
b)      Inti
Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41 Tahun 2007, kegiatan inti pembelajaran terbagi atas tiga tahap, yaitu eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa pada tahap eksplorasi peserta didik difasilitasi untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan dan mengembangkan sikap melalui kegiatan pembelajaran yang berpusat pada siswa. Pada tahap elaborasi, peserta didik diberi peluang untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan serta sikap lebih lanjut melalui sumber-sumber dan kegiatan-kegiatan pembelajaran lainnya sehingga pengetahuan, keterampilan, dan sikap peserta didik lebih luas dan dalam. Pada tahap konfirmasi, peserta didik memperoleh umpan balik atas kebenaran, kelayakan, atau keberterimaan dari pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperoleh oleh siswa.
Berikut beberapa ciri proses pembelajaran pada tahap eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi yang potensial dapat membantu siswa menginternalisasi nilai-nilai yang diambil dari Standar Proses.
a.      Eksplorasi
1)      Melibatkan peserta didik mencari informasi yang luas dan dalam tentang topik/tema materi yang dipelajari dengan menerapkan prinsip alam takambang jadi guru dan belajar dari aneka sumber (contoh nilai yang ditanamkan : mandiri, berfikir logis, kreatif, kerjasama).
2)      Menggunakan beragam pendekatan pembelajaran, media pembelajaran, dan sumber belajar lain (contoh nilai yang ditanamkan : kreatif, kerja keras).
3)      Memfasilitasi terjadinya interaksi antarpeserta didik serta antara peserta didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya (contoh nilai yang ditanamkan : kerjasama, saling menghargai, peduli lingkungan).
4)      Melibatkan peserta didik secara aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran (contoh nilai yang ditanamkan : rasa percaya diri, mandiri).
5)      Memfasilitasi peserta didik melakukan percobaan di laboratorium, studio, atau lapangan (contoh nilai yang ditanamkan : mandiri, kerjasama, kerja keras).
b.      Elaborasi
1)      Membiasakan peserta didik membaca dan menulis yang beragam melalui tugas-tugas tertentu yang bermakna (contoh nilai yang ditanamkan : cinta ilmu, kreatif, logis).
2)      Memfasilitasi peserta didik melalui pemberian tugas, diskusi, dan lain-lain untuk memunculkan gagasan baru baik secara lisan maupun tertulis (contoh nilai yang ditanamkan : kreatif, percaya diri, kritis, saling menghargai, santun).
3)      Memberi kesempatan untuk berpikir, menganalisis, menyelesaikan masalah, dan bertindak tanpa rasa takut (contoh nilai yang ditanamkan : kreatif, percaya diri, kritis).
4)      Memfasilitasi peserta didik dalam pembelajaran kooperatif dan kolaboratif (contoh nilai yang ditanamkan : kerjasama, saling menghargai, tanggung jawab).
5)      Memfasilitasi peserta didik berkompetisi secara sehat untuk meningkatkan prestasi belajar (contoh nilai yang ditanamkan : jujur, disiplin, kerja keras, menghargai).
6)      Memfasilitasi peserta didik membuat laporan eksplorasi yang dilakukan baik lisan maupun tertulis, secara individual maupun kelompok (contoh nilai yang ditanamkan : jujur, bertanggung jawab, percaya diri, saling menghargai, mandiri, kerjasama).
7)      Memfasilitasi peserta didik untuk menyajikan hasil kerja individual maupun kelompok (contoh nilai yang ditanamkan : percaya diri, saling menghargai, mandiri, kerjasama).
8)      Memfasilitasi peserta didik melakukan pameran, turnamen, festival, serta produk yang dihasilkan (contoh nilai yang ditanamkan : percaya diri, saling menghargai, mandiri, kerjasama).
9)      Memfasilitasi peserta didik melakukan kegiatan yang menumbuhkan kebanggaan dan rasa percaya diri peserta didik (contoh nilai yang ditanamkan : percaya diri, saling menghargai, mandiri, kerjasama).
c.       Konfirmasi
1)      Memberikan umpan balik positif dan penguatan dalam bentuk lisan, tulisan, isyarat, maupun hadiah terhadap keberhasilan peserta didik (contoh nilai yang ditanamkan.: saling menghargai, percaya diri, santun, kritis, logis).
2)      Memberikan konfirmasi terhadap hasil eksplorasi dan elaborasi peserta didik melalui berbagai sumber (contoh nilai yang ditanamkan : percaya diri, logis, kritis).
3)      Memfasilitasi peserta didik melakukan refleksi untuk memperoleh pengalaman belajar yang telah dilakukan (contoh nilai yang ditanamkan : memahami kelebihan dan kekurangan).
4)      Memfasilitasi peserta didik untuk lebih jauh/dalam/luas memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap, antara lain dengan guru :
§  berfungsi sebagai narasumber dan fasilitator dalam menjawab pertanyaan peserta didik yang menghadapi kesulitan, dengan menggunakan bahasa yang baku dan benar (contoh nilai yang ditanamkan: peduli, santun);
§  membantu menyelesaikan masalah (contoh nilai yang ditanamkan: peduli);
§  memberi acuan agar peserta didik dapat melakukan pengecekan hasil eksplorasi (contoh nilai yang ditanamkan: kritis);
§  memberi informasi untuk bereksplorasi lebih jauh (contoh nilai yang ditanamkan: cinta ilmu); dan
§  memberikan motivasi kepada peserta didik yang kurang atau belum berpartisipasi aktif (contoh nilai yang ditanamkan: peduli, percaya diri).
c)      Penutup
Dalam kegiatan penutup, guru :
1)      Bersama-sama dengan peserta didik dan/atau sendiri membuat rangkuman/simpulan pelajaran (contoh nilai yang ditanamkan : mandiri, kerjasama, kritis, logis);
2)      Melakukan penilaian dan/atau refleksi terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan secara konsisten dan terprogram (contoh nilai yang ditanamkan : jujur, mengetahui kelebihan dan kekurangan);
3)       Memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran (contoh nilai yang ditanamkan : saling menghargai, percaya diri, santun, kritis, logis);
4)      Merencanakan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pembelajaran remedi, program pengayaan, layanan konseling dan/atau memberikan tugas baik tugas individual maupun kelompok sesuai dengan hasil belajar peserta didik; dan
5)      Menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan berikutnya.

Ada beberapa hal lain yang perlu dilakukan oleh guru untuk mendorong dipraktikkannya nilai-nilai diantaranya :
Pertama, guru harus merupakan seorang model dalam karakter. Dari awal hingga akhir pelajaran, tutur kata, sikap, dan perbuatan guru harus merupakan cerminan dari nilai-nilai karakter yang hendak ditanamkannya.
Kedua, pemberian reward kepada siswa yang menunjukkan karakter yang dikehendaki dan pemberian punishment kepada mereka yang berperilaku dengan karakter yang tidak dikehendaki. Reward dan punishment yang dimaksud dapat berupa ungkapan verbal dan non verbal, kartu ucapan selamat (misalnya classroom award) atau catatan peringatan, dan sebagainya. Untuk itu guru harus menjadi pengamat yang baik bagi setiap siswanya selama proses pembelajaran.
Ketiga, harus dihindari olok-olok ketika ada siswa yang datang terlambat atau menjawab pertanyaan dan/atau berpendapat kurang tepat/relevan. Pada sejumlah sekolah ada kebiasaan diucapkan ungkapan “Huu…” oleh siswa secara serempak saat ada teman mereka yang terlambat dan/atau menjawab pertanyaan atau bergagasan kurang berterima.
Kebiasaan tersebut harus dijauhi untuk menumbuhkembangkan sikap bertanggung jawab, empati, kritis, kreatif, inovatif, rasa percaya diri, dan sebagainya.
3)      Evaluasi Pembelajaran
Evaluasi  atau  penilaian  merupakan  bagian  yang  sangat  penting  dalam  proses pendidikan. Dalam pendidikan karakter, penilaian harus dilakukan dengan baik dan benar. Penilaian tidak hanya menyangkut pencapaian kognitif peserta didik, tetapi juga pencapaian afektif dan psikomorotiknya.
Penilaian karakter lebih mementingkan pencapaian afektif dan psikomotorik peserta didik dibandingkan pencapaian kognitifnya. Agar hasil penilaian yang dilakukan guru bisa benar dan objektif, guru harus memahami prinsip-prinsip penilaian  yang  benar  sesuai  dengan  standar  penilaian  yang sudah ditetapkan oleh para ahli penilaian.

Pemerintah (Kemdiknas/Kemdikbud) sudah menetapkan Standar Penilaian Pendidikan yang dapat  dipedomani  oleh  guru  dalam melakukan penilaian di sekolah, yakni Permendiknas RI Nomor 20 Tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan.
Dalam standar ini banyak teknik dan bentuk penilaian yang ditawarkan untuk melakukan penilaian, termasuk dalam penilaian karakter. Dalam penilaian karakter, guru hendaknya membuat instrumen penilaian yang dilengkapi dengan rubrik penilaian untuk menghindari penilaian yang subjektif, baik dalam bentuk instrumen penilaian pengamatan (lembar pengamatan) maupun instrumen penilaian skala sikap (misalnya skala likert).
B.     Strategi Mengembangkan Pembelajaran Berbasis Karakter
1.      Konsep Strategi Pembelajaran Karakter
Strategi Pembelajaran karakter pada dasarnya adalah merupakan cara, pola, metode, atau upaya yang dilakukan oleh pendidik (fasilitator) dengan cara memberi kemudahan-kemudahan agar peserta didik mudah belajar, dan dalam konteks pendidikan karakter, pemberian kemudahan tersebut dalam kerangka untuk mengembangkan karakter baik, atau agar peserta didik dapat mengembangkan karakter baiknya sendiri.
Pilihan strategi pada pembelajaran karakter, sangat tergantung pada pendekatan pendidikan karakter yang mana yang dikembangkan. Ketika sebuah lembaga pendidikan cenderung memilih pendekatan kognitivistik maka strategi pembelajarannya cenderung kognitivistik, ketika pendekatan behavioristik yang dipilih maka strateginya cenderung berorientasi pada behavioristik, dan ketika memilih pendekatan komprehenship maka cenderung menggunakan komprehenship pula, dimana berbagai pendekatan dapat dipakai secara saling melengkapi.
Berikut ini disajikan, pertama, strategi yang berorientasi pada pendekatan kognitif, dimana pembelajaran diarahkan pada peningkatan perkembangan moral peserta didik, pembelajaran diarahkan dalam rangka meningkatkan pertimbangan moral peserta didik.
kedua, strategi yang berorientasi pada pendekatan komprehenship.Pendekatan kognitif ini diperkenalkan oleh Kohlberg.
·         Strategi yang Berorientasi pada Perkembangan Moral (Moral Cognitive Development)
Strategi ini dikembangkan berangkat dari sebuah teori perkembangan moral yang dikemukakan oleh Piaget dan Kohlberg. Piaget dan Kohlberg, 1975, melakukan studi yang lama tentang mencuri, berbohong, dan curang. Kesimpulan studinya adalah : (1) tidak ada korelasi antara pendidikan budi pekerti dengan tingkah laku yang sebenarnya; (2) tingkah laku moral seseorang tidak konsisten dari satu situasi ke situasi lainseseorang yang pada saat tertentu tidak berbuat curang dapat saja pada saat yang lain berbuat curang; (3) kecurangan biasanya tersebar secara merata.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendidikan budi pekerti yang diajarkan dengan memberi contoh, menasehati, memberi hadiah dan hukuman, tidak menghasilkan tingkah laku yang diharapkan. Perkembangan moral itu, menurut Piaget dan Kohlberg (1975) bukanlah suatu proses menanamkan macam-macam peraturan dan sifat-sifat baik tetapi suatu proses yang membutuhkan perubahan struktur kognitif yang sangat ditentukan oleh perkembangan kognitif dan rangsangan dari lingkungan social.
Piaget mengadakan penyelidikan selama lebih 50 tahun tentang asal usul dan perkembangan struktur kognitif dan pertimbangan moral pada usia-usia permulaan. Pisget menyimpulkan bahwa ada dua tahapan besar dalam perkembangan moral. Pertama, tahap heteronomy, pada tahap ini peraturan adalah merupakan hokum yang bersifat suci karena ditetapkan oleh orang-orang dewasa.Larangan-larangan mencuri, menipu, dan lainnya dipandangnya sebagai larangan yang dibuat semau-maunya oleh orang dewasa seperti undang-undang yang dibuat oleh pada dewa. Tahapan ini berangsur-angsur berkurang, dan digantikan oleh tahap yang, kedua, yaitu tahap otonomi dimana peraturan-peraturan itu dipandangnya sebagai hasil keputusan yang harus dihormati karena merupakan hasil kesepakatan bersama.
Kemudian peraturan-peraturan tentang hak milik, larangan menipu, larangan mencuri, dipandangnya sebagai syarat hubungan-hubungan dalam kelompok. Jika seluruh moralitas terkandung pada peraturan (norma-norma) dan hakekat seluruh moralitas harus dicari dalam sikap hormat kepada peraturan, maka pendidikan moral harus diarahkan sampai pada bagaimana pikiran manusia sampai pada sikap hormat kepada peraturan.
Kohlberg, mengidentifikasi adanya enam tahapan perkembangan moral menjadi :
§  Tingkat Pra-konvensional :
Tahap 1 : Orientasi pada hukuman dan kepatuhan, di mana akibat-akibat fisik menentukan baik buruknya suatu tindakan.
Tahap 2 : Orientasi Relativis Instrumental. Tindakan benar adalah ibarat ala tang dapat memenuhi kebutuhan sendiri, atau kadang-kadang juga untuk memenuhi kebutuhan orang lain, hubungannya seperti hubungan orang di pasar bersifat transaksional.
§  Tingkat Konvensional
Tahap 3 : Orientasi ke kelompok anak baik, atau anak manis. Tingkah laku yang baik adalah tingkah laku yang menyenangkan orang lain dan yang mendapat persetujuan mereka. Orang ingin diterima di lingkungannya dengan sikap manis.
Tahap 4 : Orientasi hukum dan ketertiban. Ada orientasi pada otoritas, peraturan-peraturan yang sudah pasti, dan usaha memelihara ketertiban social.Tingkah laku yang benar berupa melakukan kewajiban, hormat kepada otoritas, dan memelihara ketertiban social demi ketertiban.
§  Tingkat Pascakonvensional, Otonom, atau Berprinsip
Tahap 5 : Orientasi Kontrak Sosial Legalitas. Tindakan benar dipahami sebagai hak-hak individual yang umum dan dari segi patokan-patokan yang sudah di kaji secara kritis dan disetujui oleh masyarakat.Ada kesadaran bahwa hukum itu harus ditaati tetapi hukum juga dapat saja diubah.
Tahap 6 : Orientasi Azas Etika Universal. Benar diartikan sebagai keputusan suara hati, sesuai dengan prinsip-prinsip etika yang dipilih sendiri, dengan berpedoman kepada kekomprehenshifan logis, universalitas dan konsistensi.
Prinsip-prinsip yang berlaku pada perkembangan moral (Kohlberg) di atas adalah :
1.      Perkembangan tahap selalu sama.
2.      Dalam perkembangan tahap, subjek tidak dapat memahami penalaran moral tahap di atasnya lebih dari satu tahap.
3.      Dalam perkembangan tahap, subjek secara kognitif tertarik pada cara berpikir satu tahap di atas tahapnya sendiri.
4.      Dalam perkembangan tahap, peraliham dari tahap ke tahap terjadi jika diciptakan disequilibrium kognitif, yaitu bila pandangan kognitif seseorang tidak mampu lagi menyelesaikan suatu dilemma moral yang dihadapinya.
·         Strategi Pengungkapan Nilai dengan Value Clarification Techniq
Value Clarification Tehnique (VCT) adalah teknik pengungkapan nilai. Melalui VCT peserta didik dibina kesadaran emosional nilainya melalui cara yang kritis rasional melalui pengujian kebenaran, kebaikan, kelayakan, keadilan, dan ketepatannya. Dimuka sudah dipaparkan bahwa pendidikan karakter, pada dasarnya adalah pendidikan nilai, nilai-nilai lah yang akan menentukan karakter seseorang. Dalam kerangka untuk mengarahkan pada pencapaian nilai-nilai/tingkatan perkembangan moral yang lebih tinggi, maka nilai-nilai yang sudah ada pada diri peserta didik untuk diungkap, dengan terungkapnya niliai-nilai yang ada pada diri peserta didik, maka seorang pendidik karakter perlu mengetahui nilai-nilai yang ada pada peserta didik dengan cara mengungkap dan membawanya kearah tingkatan nilai-nilai/perkembangan moral yang lebih tinggi.
§  Langkah-langkah VCT
Langkah-langkah dalam VCT dimaksud adalah sebagai berikut :
1.      Penentuan situasi yang bersifat dilemmatic.
2.      Penyajian situasi (pengalaman belajar) melalui membacakan atau peragaan dengan melibatkan peserta didik, dengan cara: pengungkapan pokok masalah, identifikasi fakta, menentukan kesamaan pengertian, dan menentukan masalah utama yang akan dipecahkan.
3.      Penentuan posisi/pendapat melalui: penentuan pilihan individual, penentuan pilihan kelompok dan kelas, klarifikasi atas pilihan-pilihan tersebut.
4.      Menguji alas an dengan: meminta argumentasi, memantapkan argument dengan analogi, mengkaji akibat-akibat, dan kemungkinan-kemungkinan dari kenyataan.
5.      Penyimpulan dan pengarahan.
6.      Tindak lanjut.
§  Model Pembelajaran VCT
Model pembelajaran adala pola yang dianut untuk mendesain pembelajaran; atau, model pembelajaran adalah langkah-langkah pembelajaran dan perangkatnya untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Djahiri (1985) mengidentifikasi model-model pembelajaran VCT menjadi: (1) model percontohan; (2) model analisis nilai; (3) VCT dengan menggunakan daftar matrik; (4) VCT dengan klarifikasi nilai dengan kartu keyakinan; (5) VCT dengan teknik wawancara; (6) VCT dengan teknik Yurisprudensial; (7) VCT dengan teknik inkuiri dengan pertanyaan acak.
§  VCT Model Percontohan
Langkah-langkah pembelajaran :
1.      Ciptakan situasi dengan Contoh Keadaan yang memuat nilai-nilai kontras sesuai dengan pokok bahasan.
2.      Pengalaman Belajar
a)      Lontarkan situasi melalui pembacaan oleh guru.
b)      Berikan kesempatan kepada peserta didik berdialog sendiri atau dengan sesama.
c)      Lakukan dialog terbimbing dengan pertanyaan-pertanyaan yang sudah dipersiapkan guru secara individu, kemudian kelompok, dan disusul klasikal.
d)     Menentukan argument dan klarifikasi pendirian, dengan pertanyaan yang bersifat individual, kelompok, dan klasikal.
e)      Pembahasan/pembuktian argument dengan mengembangkan target nilai.
f)       Penyimpulan.
§  Proses Pembelajaran
a)      Pasang media, monitor raut wajah peserta didik.
b)      Identifikasi liputan peserta didik jangan dikomentari dulu.
c)      Analisis/Klarifikasi masalah.
d)     Penyimpulan.
e)      Tindak lanjut.














BAB III
 PENUTUP

3.1  Kesimpulan
Indonesia memerlukan sumber daya manusia dalam jumlah dan mutu yang memadai sebagai pendukung utama dalam pembangunan. Untuk memenuhi sumberdaya manusia tersebut, pendidikan memiliki peran yang
sangat penting.
Hal ini sesuai dengan UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3, yang menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional, jelas bahwa pendidikan di setiap jenjang, termasuk di sekolah harus diselenggarakan secara sistematis guna mencapai tujuan tersebut.
Oleh karena itu, kita harus melaksanakan kurikulum berbasis karakter di dalam proses pembelajaran di sekolah dilaksanakan mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi pembelajaran pada semua mata pelajaran serta mempunyai strategi mengembangkan pembelajaran berbasis karakter.

1 komentar:

  1. As reported by Stanford Medical, It's in fact the SINGLE reason women in this country live 10 years more and weigh on average 42 lbs lighter than us.

    (And really, it is not about genetics or some secret diet and EVERYTHING related to "HOW" they eat.)

    BTW, What I said is "HOW", and not "WHAT"...

    Tap on this link to determine if this easy quiz can help you unlock your true weight loss possibility

    BalasHapus

Designed by Animart Powered by Blogger