A. Membangun Pembelajaran Berbasis Karakter
Pelaksanaan
kurikulum berbasis karakter di dalam proses pembelajaran di sekolah
dilaksanakan mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi
pembelajaran pada semua mata pelajaran. Tahap-tahap ini akan diuraikan lebih
detail berikut ini.
1) Tahap Perencanaan
Pada tahap perencanaan yang mula-mula
dilakukan adalah analisis SK/KD, pengembangan silabus berkarakter, penyusunan
RPP berkarakter, dan penyiapan bahan ajar berkarakter. Analisis SK/KD dilakukan
untuk mengidentifikasi nilai-nilai karakter yang secara substansi dapat
diintegrasikan pada SK/KD yang bersangkutan. Perlu dicatat bahwa identifikasi
nilai-nilai karakter ini tidak dimaksudkan untuk membatasi nilai-nilai yang
dapat dikembangkan pada pembelajaran SK/KD yang bersangkutan. Guru dituntut
lebih cermat dalam memunculkan nilai-nilai yang ditargetkan dalam proses
pembelajaran.
Sebagaimana langkah-langkah pengembangan
silabus, penyusunan RPP dalam rangka pendidikan karakter yang terintegrasi
dalam pembelajaran juga dilakukan dengan cara merevisi RPP yang telah ada.
Revisi RPP dilakukan dengan langkah-langkah :
·
Rumusan tujuan pembelajaran direvisi/diadaptasi. Revisi/adaptasi
tujuan pembelajaran dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu : (1) rumusan tujuan
pembelajaran yang telah ada direvisi hingga satu atau lebih tujuan pembelajaran
tidak hanya mengembangkan kemampuan kognitif dan psikomotorik, tetapi juga
afektif (karakter), dan (2) ditambah tujuan pembelajaran yang khusus dirumuskan
untuk karakter.
·
Pendekatan/metode pembelajaran diubah (disesuaikan)
agar pendekatan/metode yang dipilih selain memfasilitasi peserta didik mencapai
pengetahuan dan keterampilan yang ditargetkan, juga mengembangkan
karakter.
·
Langkah-langkah pembelajaran juga
direvisi. Kegiatan-kegiatan pembelajaran dalam setiap langkah/tahap
pembelajaran (pendahuluan, inti, dan penutup), direvisi atau ditambah agar
sebagian atau seluruh kegiatan pembelajaran pada setiap tahapan memfasilitasi
peserta didik memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang ditargetkan dan
mengembangkan karakter. Prinsip-prinsip pendekatan pembelajaran kontekstual
(Contextual Teaching and Learning), pembelajaran kooperatif (Cooperatif
Learning), dan pembelajaran aktif (misal: PAIKEM/Pembelajaran Aktif, Inovatif,
Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan) cukup efektif untuk mengembangkan karakter
peserta didik.
·
Bagian penilaian direvisi. Revisi
dilakukan dengan cara mengubah dan/atau menambah teknik-teknik penilaian yang
telah dirumuskan. Teknik-teknik penilaian dipilih sehingga secara keseluruhan
teknik-teknik tersebut mengukur pencapaian peserta didik dalam kompetensi dan
karakter. Di antara teknik-teknik penilaian yang dapat dipakai untuk mengetahui
perkembangan karakter adalah observasi, Penilaian kinerja, penilaian antar
teman, dan penilaian diri sendiri. Nilai karakter sebaiknya tidak dinyatakan
secara kuantitatif, tetapi secara kualitatif, misalnya :
a.
BT : Belum Terlihat, apabila peserta didik belum
memperlihatkan tanda-tandaawal perilaku/karakter yang dinyatakan dalam
indikator.
b.
MT : Mulai Terlihat, apabila peserta didik sudah mulai
memperlihatkan adanya tanda-tanda perilaku/karakter yang dinyatakan
dalam indikator tetapi belum konsisten.
c.
MB : Mulai Berkembang, apabila peserta didik sudah
memperlihatkan berbagai tanda perilaku/karakter yang dinyatakan dalam indikator
dan mulai konsisten.
d.
MK : Menjadi Kebiasaan atau membudaya, apabila peserta
didik terus menerus memperlihatkan perilaku/karakter yang
dinyatakan dalam indikator secara konsisten (Dit. PSMP
Kemdiknas, 2010).
Bahan ajar disiapkan. Bahan ajar
yang biasanya diambil dari buku ajar (buku teks) perlu disiapkan dengan
merevisi atau menambah nilai-nilai karakter ke dalam
pembahasan materi yang ada di dalamnya. Buku-buku yang ada selama
ini meskipun telah memenuhi sejumlah kriteria kelayakan buku
ajar, yaitu kelayakan isi, penyajian, bahasa, dan
grafika, akan tetapi materinya masih belum secara
memadai mengintegrasikan pendidikan karakter di dalamnya. Apabila guru sekedar
mengikuti atau melaksanakan embelajaran dengan berpatokan pada kegiatan
kegiatan pembelajaran pada buku-buku tersebut, pendidikan
karakter secara memadai belum berjalan. Oleh karena itu, sejalan
dengan apa yang telah dirancang pada silabus dan RPP yang berwawasan pendidikan
karakter, bahan ajar perlu diadaptasi. Adaptasi yang paling mungkin
dilaksanakan oleh guru adalah dengan cara menambah kegiatan pembelajaran yang
sekaligus dapat mengembangkan karakter. Cara lainnya adalah dengan mengadaptasi
atau mengubah kegiatan belajar pada buku ajar yang dipakai. Selain itu,
adaptasi dapat dilakukan dengan merevisi substansi pembelajarannya
2)
Pelaksanaan
Pembelajaran
Kegiatan pembelajaran
dari tahapan kegiatan pendahuluan, inti, dan
penutup dipilih dan dilaksanakan agar peserta didik mempraktikkan
nilai-nilai karakter yang ditargetkan.
a) Pendahuluan
Berdasarkan Standar Proses, pada
kegiatan pendahuluan, guru:
1. menyiapkan
peserta didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses pembelajaran.
2. mengajukan
pertanyaan-pertanyaan yang mengaitkan pengetahuan sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari.
3. menjelaskan
tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan dicapai.
4. menyampaikan
cakupan materi dan penjelasan uraian kegiatan sesuai silabus.
Ada sejumlah cara yang dapat
dilakukan untuk mengenalkan nilai, membangun kepedulian akan nilai, dan
membantu internalisasi nilai atau karakter pada tahap pembelajaran ini. Berikut
adalah beberapa contoh :
a. Guru datang
tepat waktu (contoh nilai yang ditanamkan : disiplin).
b. Guru
mengucapkan salam dengan ramah kepada siswa ketika memasuki ruang kelas (contoh nilai yang ditanamkan :
santun, peduli).
c. Berdoa
sebelum membuka pelajaran (contoh nilai yang ditanamkan : religius).
d. Mengecek
kehadiran siswa (contoh nilai yang ditanamkan : disiplin, rajin).
e. Mendoakan
siswa yang tidak hadir karena sakit atau karena halangan lainnya (contoh nilai yang ditanamkan :
religius, peduli).
f. Memastikan bahwa
setiap siswa datang tepat waktu (contoh nilai yangditanamkan :
disiplin).
g. Menegur
siswa yang terlambat dengan sopan (contoh nilai yang ditanamkan : disiplin,
santun, peduli).
h. Mengaitkan
materi/kompetensi yang akan dipelajari dengan karakter.
Dengan merujuk pada silabus, RPP,
dan bahan ajar, menyampaikan butir karakter yang hendak dikembangkan selain
yang terkait dengan SK/KD.
b) Inti
Berdasarkan
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41 Tahun 2007, kegiatan inti
pembelajaran terbagi atas tiga tahap, yaitu eksplorasi, elaborasi, dan
konfirmasi. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa pada tahap eksplorasi
peserta didik difasilitasi untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan dan
mengembangkan sikap melalui kegiatan pembelajaran yang berpusat pada siswa.
Pada tahap elaborasi, peserta didik diberi peluang untuk memperoleh pengetahuan
dan keterampilan serta sikap lebih lanjut melalui sumber-sumber dan
kegiatan-kegiatan pembelajaran lainnya sehingga pengetahuan, keterampilan, dan
sikap peserta didik lebih luas dan dalam. Pada tahap konfirmasi, peserta didik
memperoleh umpan balik atas kebenaran, kelayakan, atau keberterimaan dari
pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperoleh oleh siswa.
Berikut beberapa ciri proses
pembelajaran pada tahap eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi yang potensial
dapat membantu siswa menginternalisasi nilai-nilai yang diambil dari Standar
Proses.
a.
Eksplorasi
1)
Melibatkan peserta didik mencari informasi yang luas
dan dalam tentang topik/tema materi yang dipelajari dengan menerapkan prinsip
alam takambang jadi guru dan belajar dari aneka sumber (contoh nilai yang
ditanamkan : mandiri, berfikir logis, kreatif, kerjasama).
2)
Menggunakan beragam pendekatan pembelajaran, media
pembelajaran, dan sumber belajar lain (contoh nilai yang ditanamkan : kreatif,
kerja keras).
3)
Memfasilitasi terjadinya interaksi antarpeserta didik
serta antara peserta didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya
(contoh nilai yang ditanamkan : kerjasama, saling menghargai, peduli
lingkungan).
4)
Melibatkan peserta didik secara aktif dalam setiap
kegiatan pembelajaran (contoh nilai yang ditanamkan : rasa percaya diri,
mandiri).
5)
Memfasilitasi peserta didik melakukan percobaan di
laboratorium, studio, atau lapangan (contoh nilai yang ditanamkan : mandiri,
kerjasama, kerja keras).
b. Elaborasi
1) Membiasakan
peserta didik membaca dan menulis yang beragam melalui tugas-tugas tertentu
yang bermakna (contoh nilai yang ditanamkan : cinta ilmu, kreatif, logis).
2) Memfasilitasi
peserta didik melalui pemberian tugas, diskusi, dan lain-lain untuk memunculkan
gagasan baru baik secara lisan maupun tertulis (contoh nilai yang ditanamkan :
kreatif, percaya diri, kritis, saling menghargai, santun).
3) Memberi
kesempatan untuk berpikir, menganalisis, menyelesaikan masalah, dan bertindak
tanpa rasa takut (contoh nilai yang ditanamkan : kreatif, percaya diri, kritis).
4) Memfasilitasi
peserta didik dalam pembelajaran kooperatif dan kolaboratif (contoh nilai yang
ditanamkan : kerjasama, saling menghargai, tanggung jawab).
5) Memfasilitasi
peserta didik berkompetisi secara sehat untuk meningkatkan prestasi belajar
(contoh nilai yang ditanamkan : jujur, disiplin, kerja keras, menghargai).
6) Memfasilitasi
peserta didik membuat laporan eksplorasi yang dilakukan baik lisan maupun
tertulis, secara individual maupun kelompok (contoh nilai yang ditanamkan :
jujur, bertanggung jawab, percaya diri, saling menghargai, mandiri, kerjasama).
7) Memfasilitasi
peserta didik untuk menyajikan hasil kerja individual maupun kelompok (contoh
nilai yang ditanamkan : percaya diri, saling menghargai, mandiri, kerjasama).
8) Memfasilitasi
peserta didik melakukan pameran, turnamen, festival, serta produk yang
dihasilkan (contoh nilai yang ditanamkan : percaya diri, saling menghargai,
mandiri, kerjasama).
9) Memfasilitasi
peserta didik melakukan kegiatan yang menumbuhkan kebanggaan dan rasa percaya
diri peserta didik (contoh nilai yang ditanamkan : percaya diri, saling
menghargai, mandiri, kerjasama).
c. Konfirmasi
1) Memberikan
umpan balik positif dan penguatan dalam bentuk lisan, tulisan, isyarat, maupun
hadiah terhadap keberhasilan peserta didik (contoh nilai yang ditanamkan.:
saling menghargai, percaya diri, santun, kritis, logis).
2) Memberikan
konfirmasi terhadap hasil eksplorasi dan elaborasi peserta didik melalui
berbagai sumber (contoh nilai yang ditanamkan : percaya diri, logis, kritis).
3) Memfasilitasi
peserta didik melakukan refleksi untuk memperoleh pengalaman belajar yang telah
dilakukan (contoh nilai yang ditanamkan : memahami kelebihan dan kekurangan).
4) Memfasilitasi
peserta didik untuk lebih jauh/dalam/luas memperoleh pengetahuan, keterampilan,
dan sikap, antara lain dengan guru :
§ berfungsi
sebagai narasumber dan fasilitator dalam menjawab pertanyaan peserta didik yang
menghadapi kesulitan, dengan menggunakan bahasa yang baku dan benar (contoh
nilai yang ditanamkan: peduli, santun);
§ membantu
menyelesaikan masalah (contoh nilai yang ditanamkan: peduli);
§ memberi
acuan agar peserta didik dapat melakukan pengecekan hasil eksplorasi (contoh
nilai yang ditanamkan: kritis);
§ memberi informasi
untuk bereksplorasi lebih jauh (contoh nilai yang ditanamkan: cinta ilmu); dan
§ memberikan
motivasi kepada peserta didik yang kurang atau belum berpartisipasi aktif
(contoh nilai yang ditanamkan: peduli, percaya diri).
c) Penutup
Dalam kegiatan penutup, guru :
1) Bersama-sama
dengan peserta didik dan/atau sendiri membuat rangkuman/simpulan pelajaran
(contoh nilai yang ditanamkan : mandiri, kerjasama, kritis, logis);
2) Melakukan
penilaian dan/atau refleksi terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan secara konsisten
dan terprogram (contoh nilai yang ditanamkan : jujur, mengetahui kelebihan dan
kekurangan);
3) Memberikan
umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran (contoh nilai yang
ditanamkan : saling menghargai, percaya diri, santun, kritis, logis);
4) Merencanakan
kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pembelajaran remedi, program pengayaan,
layanan konseling dan/atau memberikan tugas baik tugas individual maupun
kelompok sesuai dengan hasil belajar peserta didik; dan
5) Menyampaikan
rencana pembelajaran pada pertemuan berikutnya.
Ada beberapa hal lain yang perlu
dilakukan oleh guru untuk mendorong dipraktikkannya nilai-nilai diantaranya :
Pertama, guru harus
merupakan seorang model dalam karakter. Dari awal hingga akhir pelajaran, tutur
kata, sikap, dan perbuatan guru harus merupakan cerminan dari nilai-nilai
karakter yang hendak ditanamkannya.
Kedua, pemberian
reward kepada siswa yang menunjukkan karakter yang dikehendaki dan pemberian
punishment kepada mereka yang berperilaku dengan karakter yang tidak dikehendaki.
Reward dan punishment yang dimaksud dapat berupa ungkapan verbal dan non
verbal, kartu ucapan selamat (misalnya classroom award) atau catatan
peringatan, dan sebagainya. Untuk itu guru harus menjadi pengamat yang baik
bagi setiap siswanya selama proses pembelajaran.
Ketiga, harus
dihindari olok-olok ketika ada siswa yang datang terlambat atau menjawab
pertanyaan dan/atau berpendapat kurang tepat/relevan. Pada sejumlah sekolah ada
kebiasaan diucapkan ungkapan “Huu…” oleh siswa secara serempak saat ada teman
mereka yang terlambat dan/atau menjawab pertanyaan atau bergagasan kurang
berterima.
Kebiasaan tersebut harus dijauhi
untuk menumbuhkembangkan sikap bertanggung jawab, empati, kritis, kreatif,
inovatif, rasa percaya diri, dan sebagainya.
3)
Evaluasi Pembelajaran
Evaluasi atau penilaian
merupakan bagian yang sangat penting dalam
proses pendidikan. Dalam pendidikan karakter, penilaian harus dilakukan
dengan baik dan benar. Penilaian tidak hanya menyangkut pencapaian kognitif
peserta didik, tetapi juga pencapaian afektif dan psikomorotiknya.
Penilaian karakter lebih
mementingkan pencapaian afektif dan psikomotorik peserta didik dibandingkan
pencapaian kognitifnya. Agar hasil penilaian yang dilakukan guru bisa benar dan
objektif, guru harus memahami prinsip-prinsip penilaian yang benar
sesuai dengan standar penilaian yang sudah
ditetapkan oleh para ahli penilaian.
Pemerintah (Kemdiknas/Kemdikbud) sudah menetapkan
Standar Penilaian Pendidikan yang dapat dipedomani oleh guru
dalam melakukan penilaian di sekolah, yakni Permendiknas RI Nomor 20
Tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan.
Dalam standar ini banyak teknik dan
bentuk penilaian yang ditawarkan untuk melakukan penilaian, termasuk dalam
penilaian karakter. Dalam penilaian karakter, guru hendaknya membuat instrumen
penilaian yang dilengkapi dengan rubrik penilaian untuk menghindari penilaian yang
subjektif, baik dalam bentuk instrumen penilaian pengamatan (lembar pengamatan)
maupun instrumen penilaian skala sikap (misalnya skala likert).
B.
Strategi Mengembangkan Pembelajaran Berbasis Karakter
1. Konsep
Strategi Pembelajaran Karakter
Strategi Pembelajaran karakter pada
dasarnya adalah merupakan cara, pola, metode, atau upaya yang dilakukan oleh
pendidik (fasilitator) dengan cara memberi kemudahan-kemudahan agar peserta
didik mudah belajar, dan dalam konteks pendidikan karakter, pemberian kemudahan
tersebut dalam kerangka untuk mengembangkan karakter baik, atau agar peserta
didik dapat mengembangkan karakter baiknya sendiri.
Pilihan
strategi pada pembelajaran karakter, sangat tergantung pada pendekatan
pendidikan karakter yang mana yang dikembangkan. Ketika sebuah lembaga pendidikan cenderung memilih pendekatan kognitivistik
maka strategi pembelajarannya cenderung kognitivistik, ketika pendekatan
behavioristik yang dipilih maka strateginya cenderung berorientasi pada
behavioristik, dan ketika memilih pendekatan komprehenship maka cenderung
menggunakan komprehenship pula, dimana berbagai pendekatan dapat dipakai secara
saling melengkapi.
Berikut ini disajikan, pertama,
strategi yang berorientasi pada pendekatan kognitif, dimana pembelajaran
diarahkan pada peningkatan perkembangan moral peserta didik, pembelajaran
diarahkan dalam rangka meningkatkan pertimbangan moral peserta didik.
kedua, strategi yang berorientasi pada pendekatan komprehenship.Pendekatan
kognitif ini diperkenalkan oleh Kohlberg.
·
Strategi
yang Berorientasi pada Perkembangan Moral (Moral Cognitive Development)
Strategi ini
dikembangkan berangkat dari sebuah teori perkembangan moral yang dikemukakan
oleh Piaget dan Kohlberg. Piaget dan Kohlberg, 1975, melakukan studi yang lama tentang mencuri, berbohong,
dan curang. Kesimpulan studinya
adalah : (1) tidak
ada korelasi antara pendidikan budi pekerti dengan tingkah laku yang
sebenarnya; (2) tingkah
laku moral seseorang tidak konsisten dari satu situasi ke situasi lainseseorang
yang pada saat tertentu tidak berbuat curang dapat saja pada saat yang lain
berbuat curang; (3) kecurangan biasanya tersebar secara merata.
Hasil
penelitian menunjukkan bahwa pendidikan budi pekerti yang diajarkan dengan
memberi contoh, menasehati, memberi hadiah dan hukuman, tidak menghasilkan tingkah
laku yang diharapkan. Perkembangan moral itu, menurut Piaget dan Kohlberg
(1975) bukanlah suatu proses menanamkan macam-macam peraturan dan sifat-sifat
baik tetapi suatu proses yang membutuhkan perubahan struktur kognitif yang
sangat ditentukan oleh perkembangan kognitif dan rangsangan dari lingkungan
social.
Piaget mengadakan penyelidikan
selama lebih 50 tahun tentang asal usul dan perkembangan struktur kognitif dan
pertimbangan moral pada usia-usia permulaan. Pisget menyimpulkan bahwa ada dua tahapan besar dalam perkembangan moral. Pertama, tahap heteronomy, pada tahap ini peraturan adalah merupakan
hokum yang bersifat suci karena ditetapkan oleh orang-orang
dewasa.Larangan-larangan mencuri, menipu, dan lainnya dipandangnya sebagai
larangan yang dibuat semau-maunya oleh orang dewasa seperti undang-undang yang
dibuat oleh pada dewa. Tahapan ini berangsur-angsur berkurang, dan digantikan oleh tahap yang, kedua, yaitu tahap otonomi dimana
peraturan-peraturan itu dipandangnya sebagai hasil keputusan yang harus
dihormati karena merupakan hasil kesepakatan bersama.
Kemudian peraturan-peraturan tentang hak milik,
larangan menipu, larangan mencuri, dipandangnya sebagai syarat
hubungan-hubungan dalam kelompok. Jika seluruh moralitas terkandung pada peraturan (norma-norma) dan hakekat
seluruh moralitas harus dicari dalam sikap hormat kepada peraturan, maka
pendidikan moral harus diarahkan sampai pada bagaimana pikiran manusia sampai
pada sikap hormat kepada peraturan.
Kohlberg, mengidentifikasi
adanya enam tahapan perkembangan moral menjadi :
§ Tingkat Pra-konvensional :
Tahap 1 : Orientasi
pada hukuman dan kepatuhan, di mana akibat-akibat fisik menentukan baik
buruknya suatu tindakan.
Tahap 2 : Orientasi
Relativis Instrumental. Tindakan benar adalah ibarat ala tang dapat memenuhi
kebutuhan sendiri, atau kadang-kadang juga untuk memenuhi kebutuhan orang lain,
hubungannya seperti hubungan orang di pasar bersifat transaksional.
§ Tingkat Konvensional
Tahap 3 : Orientasi
ke kelompok anak baik, atau anak manis. Tingkah laku yang baik adalah tingkah
laku yang menyenangkan orang lain dan yang mendapat persetujuan mereka. Orang
ingin diterima di lingkungannya dengan sikap manis.
Tahap 4 : Orientasi
hukum dan ketertiban. Ada orientasi pada otoritas, peraturan-peraturan yang
sudah pasti, dan usaha memelihara ketertiban social.Tingkah laku yang benar
berupa melakukan kewajiban, hormat kepada otoritas, dan memelihara ketertiban
social demi ketertiban.
§ Tingkat Pascakonvensional, Otonom, atau Berprinsip
Tahap 5 : Orientasi
Kontrak Sosial Legalitas. Tindakan benar dipahami sebagai hak-hak individual
yang umum dan dari segi patokan-patokan yang sudah di kaji secara kritis dan
disetujui oleh masyarakat.Ada kesadaran bahwa hukum itu harus ditaati tetapi
hukum juga dapat saja diubah.
Tahap 6 : Orientasi
Azas Etika Universal. Benar diartikan sebagai keputusan suara hati, sesuai
dengan prinsip-prinsip etika yang dipilih sendiri, dengan berpedoman kepada
kekomprehenshifan logis, universalitas dan konsistensi.
Prinsip-prinsip yang berlaku
pada perkembangan moral (Kohlberg) di atas adalah :
1.
Perkembangan
tahap selalu sama.
2.
Dalam
perkembangan tahap, subjek tidak dapat memahami penalaran moral tahap di
atasnya lebih dari satu tahap.
3.
Dalam
perkembangan tahap, subjek secara kognitif tertarik pada cara berpikir satu
tahap di atas tahapnya sendiri.
4. Dalam
perkembangan tahap, peraliham dari tahap ke tahap terjadi jika diciptakan
disequilibrium kognitif, yaitu bila pandangan kognitif seseorang tidak mampu
lagi menyelesaikan suatu dilemma moral yang dihadapinya.
·
Strategi
Pengungkapan Nilai dengan Value Clarification Techniq
Value Clarification Tehnique
(VCT) adalah teknik pengungkapan nilai. Melalui VCT peserta didik dibina
kesadaran emosional nilainya melalui cara yang kritis rasional melalui
pengujian kebenaran, kebaikan, kelayakan, keadilan, dan ketepatannya. Dimuka
sudah dipaparkan bahwa pendidikan karakter, pada dasarnya adalah pendidikan
nilai, nilai-nilai lah yang akan menentukan karakter seseorang. Dalam kerangka untuk mengarahkan pada pencapaian nilai-nilai/tingkatan perkembangan
moral yang lebih tinggi, maka nilai-nilai yang sudah ada pada diri peserta
didik untuk diungkap, dengan terungkapnya niliai-nilai yang ada pada diri
peserta didik, maka seorang pendidik karakter perlu mengetahui nilai-nilai yang
ada pada peserta didik dengan cara mengungkap dan membawanya kearah tingkatan
nilai-nilai/perkembangan moral yang lebih tinggi.
§ Langkah-langkah VCT
Langkah-langkah dalam VCT
dimaksud adalah sebagai berikut :
1.
Penentuan
situasi yang bersifat dilemmatic.
2.
Penyajian situasi (pengalaman belajar) melalui
membacakan atau peragaan dengan melibatkan peserta didik, dengan cara:
pengungkapan pokok masalah, identifikasi fakta, menentukan kesamaan pengertian,
dan menentukan masalah utama yang akan dipecahkan.
3.
Penentuan
posisi/pendapat melalui: penentuan pilihan individual, penentuan pilihan
kelompok dan kelas, klarifikasi atas pilihan-pilihan tersebut.
4.
Menguji alas
an dengan: meminta argumentasi, memantapkan argument dengan analogi, mengkaji
akibat-akibat, dan kemungkinan-kemungkinan dari kenyataan.
5.
Penyimpulan
dan pengarahan.
6.
Tindak
lanjut.
§ Model Pembelajaran VCT
Model pembelajaran adala pola
yang dianut untuk mendesain pembelajaran; atau, model pembelajaran adalah
langkah-langkah pembelajaran dan perangkatnya untuk mencapai tujuan
pembelajaran.
Djahiri (1985) mengidentifikasi model-model
pembelajaran VCT menjadi: (1) model percontohan; (2) model analisis nilai; (3)
VCT dengan menggunakan daftar matrik; (4) VCT dengan klarifikasi nilai dengan
kartu keyakinan; (5) VCT dengan teknik wawancara; (6) VCT dengan teknik
Yurisprudensial; (7) VCT dengan teknik inkuiri dengan pertanyaan acak.
§ VCT Model Percontohan
Langkah-langkah pembelajaran :
1.
Ciptakan
situasi dengan Contoh Keadaan yang memuat nilai-nilai kontras sesuai dengan
pokok bahasan.
2.
Pengalaman
Belajar
a)
Lontarkan
situasi melalui pembacaan oleh guru.
b)
Berikan
kesempatan kepada peserta didik berdialog sendiri atau dengan sesama.
c)
Lakukan
dialog terbimbing dengan pertanyaan-pertanyaan yang sudah dipersiapkan guru
secara individu, kemudian kelompok, dan disusul klasikal.
d)
Menentukan
argument dan klarifikasi pendirian, dengan pertanyaan yang bersifat individual,
kelompok, dan klasikal.
e)
Pembahasan/pembuktian
argument dengan mengembangkan target nilai.
f)
Penyimpulan.
§ Proses Pembelajaran
a)
Pasang
media, monitor raut wajah peserta didik.
b)
Identifikasi
liputan peserta didik jangan dikomentari dulu.
c)
Analisis/Klarifikasi
masalah.
d)
Penyimpulan.
e)
Tindak
lanjut.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Indonesia memerlukan
sumber daya manusia dalam jumlah dan mutu yang memadai sebagai pendukung utama
dalam pembangunan. Untuk memenuhi sumberdaya manusia tersebut, pendidikan
memiliki peran yang
sangat penting.
Hal ini sesuai dengan
UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3, yang
menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa.Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan
nasional, jelas bahwa pendidikan di setiap jenjang, termasuk di sekolah harus
diselenggarakan secara sistematis guna mencapai tujuan tersebut.
Oleh karena itu, kita
harus melaksanakan kurikulum berbasis karakter di dalam proses pembelajaran di
sekolah dilaksanakan mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi
pembelajaran pada semua mata pelajaran serta mempunyai strategi mengembangkan pembelajaran berbasis karakter.
As reported by Stanford Medical, It's in fact the SINGLE reason women in this country live 10 years more and weigh on average 42 lbs lighter than us.
BalasHapus(And really, it is not about genetics or some secret diet and EVERYTHING related to "HOW" they eat.)
BTW, What I said is "HOW", and not "WHAT"...
Tap on this link to determine if this easy quiz can help you unlock your true weight loss possibility